Entri yang Diunggulkan

ONCE UPON A TIME IN CHINA (BEIJING & SHANGHAI) INTERNASIONAL FIELD STUDY MAGISTER MANAJEMEN - FEB UNIVERSITAS LAMPUNG

Di Kota Shanghai terdapat beberapa universitas yang cukup populer, antara lain: Shanghai Jiao Tong University; Shanghai Normal University; S...

Minggu, 16 Agustus 2009

RENUNGAN REFORMASI BIROKRASI










  1. Apa yang tersimpan di hati sanubari kita, akan tertuang dalam pikiran kita.
  2. Apa yang kita pikirkan, akan terucap menjadi kata-kata.
  3. Apa yang menjadi ucapan kita, akan terwujud dalam perbuatan dan tindakan.
  4. Apa yang telah kita perbuat, akan menjadi catatan nilai oleh orang lain.
  5. Penilaian yang telah diberikan orang terhadap kita, akan menentukan kesuksesan kita.

Demikianlah kira-kira terjemahan puisi yang indah dari Mahatma Gadhi dari buku “The Sacret of Mindset” yang telah kubaca sembilan bulan yang lalu. Sederhana memang tapi bagiku kalimat demi kalimat terasa begitu indah. Apalagi di setelah pulang kantor aku merenung sejenak: “Apakah yang telah kukerjakan seharian tadi memberikan nilai tambah bagi staf bawahanku, atasanku dan kolegaku atau jangan-jangan raport merah untukku”.


Itulah luar biasa dahsyatnya manajemen perubahan Reformasi Birokrasi yang telah meresap membumbui jiwaku dengan warna yang jauh berbeda dari tiga tahun yang lalu. 
Kurasakan betapa mulianya beliau yang telah mewujudkan pesan lima abad yang lalu dari para leluhur untuk memberikan kami “Baju yang baru dan lebih layak, membalut badan kami yang nyaris telanjang dan tidak memperdulikan rasa malu” sehingga kami saat ini menjadi birokrat yang beretika dan lebih bermartabat. Kok bisa ya, banyak pikiran kotor mengusik tidurku … apa kesalahanku luar biasa besarnya … apa sengaja aku disingkirkan…atau ini suatu amanah yang mulia untuk menempa jiwaku? 


Kubayangkan saat itu anakku yang sedang lucu-lucunya baru melanjutkan ke TK besar, harus berpisah untuk sementara waktu karena papanya mendapat promosi sebagai Kepala Seksi Keberatan dan Pengurangan KP PBB Gunung Sitoli di sebelah timur pulau Nias di tengah samudera Hindia dan Andaman berukuran 200 km x 80 km di paling ujung barat negeri kita tercinta berbatasan dengan negara Srilanka.


Kota Gunungsitoli berjarak 150 km dari kota Sibolga dipisah-pisahkan oleh pulau Mursala dengan keindahan air terjunnya konon sebagai studio alam shooting film King Kong dan pulau Poncan yang sebagai markas VOC Hindia Belanda saat zaman kolonial. Waduh dari home base-ku di Bandar Lampung naik apa ya yang tercepat?


Segala macam cara aku lakukan untuk membuat batin istri dan anakku untuk tegar, ku-browsing segala berita dan foto tentang Gunung Sitoli, maklum baru setahun dilanda gempa dan sebagian tsunami. Bagiku ini adalah “tour of duty” yang sangat menantang, memang pada realitanya semua yang terjadi tidak seindah yang kita rencanakan dan tak seburuk yang kita bayangkan.


Setelah menempuh 40 jam perjalanan via bandara Cengkareng, Jakarta menuju bandara Polonia, kota Medan dengan Lion Air (Boeing) kemudian ke bandara Binaka kota Gunungsitoli dengan pesawat Merpati (CN-235). Aku telah resmi dilantik sebagai kepala seksi di kantor yang serba darurat karena bangunan lama telah hancur oleh gempa dan satu stafku yang mangkir sampai akhirnya diberhentikan karena melanggar disiplin.


Enam bulan awal memang merupakan ujian terberat bagiku, karena bagaikan hidup di negeri yang serba asing dari segi bahasa, budaya, makanan dan yang terpenting alamnya yang kental dengan badai dan gempa. 

Dibenakku hanya terpikir untuk mencari jalan tercepat untuk pindah, Agustus 2007 aku pernah mencoba untuk mengikuti ujian bea siswa S2 (Magister Ekonomi) di salah satu Universitas ternama, kebetulan ada tawaran dari Kantor Pusat. Yah namanya belum rejeki karena nggak dapat jatah walaupun memenuhi syarat aku nggak bisa kuliah dan kalau aku berminat agar biaya sendiri (masih kuingat dengan jelas suara pihak Universitas menelponku pada hari Jum’at jam 9 pagi). 

Tapi nggak jadi soal aku ikhlas kok, setelah aku renungkan tujuanku kan sudah tercapai karena aku sudah dinyatakan memenuhi syarat, mungkin aku harus lulus test untuk memperoleh MLB (Master Lompat Batu) dulu di Bawomataluo, he he.


Mei 2008 aku berkesempatan ikut Diklatpim IV selama 6 minggu di kota Magelang, mulai dari mengikuti out bond dan memperoleh materi yang sebagian baru buatku yang sempat mengenyam kuliah di jurusan manajemen penilaian properti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada. 

Melalui materi kecerdasan yang dimiliki setiap manusia, mengenalkan aku dengan proses kesuksesan seseorang untuk menjadi seorang Manager yang handal sampai akhirnya sebagai seorang Leader yang bijaksana. 

Maka terjawablah sudah kegalauanku selama ini dalam menghadapi proses kehidupan yang setiap manusia wajib melaluinya, ku ucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang selalu melindungiku dan telah menunjukan jalan sehingga aku masih melangkah melalui rel yang jelas.


Kecerdasan Intelektual (hard skill) prestasi akademik yang kita peroleh dari bangku Sekolah Dasar tahun 1988 Panca Arga 1 Letjen S. Parman Magelang (NEM 45,10), SMPN 1 tahun 1991 kota Magelang Rantai Kentjana (NEM 48), SMAN 1 tahun 1994 kota Magelang Gladiool (NEM 54), Program Diploma III tahun 1997 Penilai PBB kerja sama dengan ITM Malaysia (IPK 3,05), Sarjana Ekonomi tahun 2002 Manajemen Penilaian Properti FEB Universitas Gadjah Mada (IPK 3,11)
 sampai dengan Magister Manajemen tahun 2015 konsentrasi Manajemen Pemerintahan dan Keuangan Daerah FEB Universitas Lampung (IPK 3,93) ternyata masih jauh dari cukup karena baru memberikan porsi 25% saja. 

Kita masih perlu untuk memperdalamnya dengan kecerdasan Emosional (soft skill) yang berperan 50%, yang secara alamiah akan menimbulkan gaya kepemimpinan kita yang lebih spesifik sebagai seni untuk mengatasi kesulitan dalam bergaul, berinteraksi, mengembangkan diri dan berprilaku dalam menyelesaikan pekerjaan.


Kemudian kecerdasan Spiritual melengkapi 15% yang secara kodrati akan selalu mengingatkan kita untuk bekerja semata-mata untuk mendapat ridha Allah SWT, karena Sang Khalik akan sangat membenci hambanya yang berbuat melampaui batas dalam hal apapun. 

Sebagai 10% pelengkap puncak kesuksesan adalah kecerdasan Adversitas yang berhubungan dengan lamanya seseorang terlarut dalam suasana hati yang tidak menentu. Makin tinggi kesediaan dan mental seseorang untuk bertanggung jawab atas kegagalan atau kesulitan yang menghadang, sekalipun tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi, makin tinggi usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut.


Akhirnya dua puluh bulan sudah aku jalani tugas di Gunungsitoli, sensor syaraf reflekku sudah sangat terlatih jika ada gempa. Travelling menjadi hobby baruku, di manapun ada tempat wisata yang menarik aku tak pernah absen mengabadikan melalui jepretan kamera mungilku. 

Empat daerah di ujung mata angin pulau Nias sudah aku kunjungi (mencari batu akik di sungai Muzoi-ke gua Togindrawa-menikmati ikan kerapu nanas bakar di dekat pantai Carlita-Tuhemberua-Lahewa, Mandrehe-Ulu Moro'o, mandi air panas di pemandian Mbombo Aukhu Idano Gawo-Bawolato-Sorake-Teluk Dalam-makan udang kipas di Lahusa- lompat batu di Bawomataluwo). 


Bahkan naik pesawat SMAC (jenis Casa) ke Padang via pulau Telo pernah aku coba dua kali, sangat indah pemandangan pulau-pulau Batu, pulau Tanabala dengan koralnya dan sebagaian kepulauan Mentawai kalau dilihat dari atas, Ya’ahowu Feifu. Candaan teman mengartikan SMAC = Siap Mati Atau Cacat, tidak lupa telinga aku tutup dengan gabus filter rokok untuk mengurangi suara bisingnya mesin baling baling pesawat.

Perjalanan pulang dari Gunungsitoli ke Bandar Lampung yang takkan pernah aku lupakan ketika menjelang lebaran Idul Fitri. Jam 14.00 aku menumpang kapal cepat dari pelabuhan kota Gunungsitoli ke pelabuhan kota Sibolga (negeri berbilang kaum) tiba jam 18.00, setelah makan sebentar di warung makan, perjalanan di lanjutkan jam 19.00 dengan travel Simpati mobil L-300 menuju ke bandara Minangkabau Padang menempuh perjalanan 15 jam istirahat 3 kali di kedai nasi goreng di kota Penyabungan, rumah makan menu spesial rendang kerbau kacang merah di Rao dan resto nasi Kapau di kota Bukit Tinggi. 


Jam 10.00 pagi kami tiba di Bandara Minangkabau menemui kenalan kami yang sudah menyiapkan tiket Padang ke Jakarta Rp 465 ribu maskapai Sriwijaya Air jam 14.00 WIB. Waktu 3 jam aku manfaatkan sebaik baiknya, mandi membersihkan badan setelah perjalanan 19 jam berlayar di samudera Andaman sejauh 150 km dan darat sejauh 480 km menyusuri lereng pegunungan bukit barisan dengan kelok 44 (ampek-ampek).

Jam 14.30 terbang via Sriwijaya Air tiba di bandara internasional Soekarno Hatta Cengkareng jam 17.00 lanjut bus bandara ke stasiun Gambir untuk naik bus DAMRI jurusan Bandar Lampung jam 22.00. setelah 2 jam melanjutkan tidur di pesawat tadi sampailah aku di pelabuhan merak Banten. Setelah bus DAMRI masuk kapal semua penumpang diharuskan naik ke anjungan kapal Ferry. Saat terbangun baru terasa capek dan sakitnya luar biasa tulang ekorku. Alhamdulillah subuh sudah sampai di rumah dengan total keluar ongkos Rp 900 ribu berangkat via laut, darat dan udara dengan kelelahan luar biasa.


Setelah mengikuti Diklat Sistem Administrasi Modern (SAM) tanggal Sembilan September 2008 di Hotel Niagara Danau Toba secara resmi reformasi birokrasi mulai diberlakukan di wilayah kami, kantorku sebelumnya di Gunungsitoli diretrukturisasi menjadi KP2KP dibawah kendali KPP Pratama Sibolga, tempatku baru untuk berkantor. Posisi sementara saat itu aku ditugaskan sebagai Kasi Ekstensifikasi Perpajakan. 


Selain masih menjalankan tugas pendataan (surveying) dan penilaian (appraisal) juga melakukan himbauan untuk ber-NPWP bagi yang penghasilannya di atas PTKP dan memiliki properti yang potensial, jadi aku mesti harus belajar dan terus belajar agar bisa mengikuti peraturan dan transformasi proses bisnis yang cepat berkembang, dengan berpedoman urjab dan SOP (Standard Operating Procedure). Aku selalu berusaha menerapkan kode etik secara adil kepada staf bawahanku yang sebagian berumur jauh lebih tua, Horas.


Empat bulan berkantor di Sibolga dengan renumerasi setengah modern tidak membuat semangatku lemah dalam bekerja, paling tidak biaya sosialku saat ini semakin rendah dibandingkan dengan tempat tugasku sebelumnya. Tepat 31 Desember 2008 aku pindah tugas lagi ke kantor wilayah di kota Pematang Siantar, walaupun belum mendekati home base paling tidak aku sudah menerima renumerasi penuh sebagaimana rekan-rekanku yang telah menikmati lebih dahulu dan semakin mudah untuk pulang dengan tiga jam perjalanan menuju Medan,


Setelah kurenungi kembali dalam delapan bulan ini berada dalam ikatan modernisasi DJP, suasana bekerja saat ini jauh lebih nyaman dan pasti, sehingga tidak ragu lagi aku untuk:
  1. Terbiasa disiplin hadir tepat waktu dan menerima konsekuensi jika melanggar;
  2. Mengatakan tidak, di saat kolega maupun wajib pajak merayuku untuk melanggar kode etik;
  3. Berargumentasi dan mengusulkan pendapat kepada kolega dan atasan;
  4. Menegur bawahan jika tidak disiplin alias mangkir;
  5. Memerintah bawahan untuk bersama-sama menyelesaikan pekerjaan lebih cepat tanpa menunda lagi;
  6. Mengeluarkan ongkos pulang ke rumah dan memenuhi kebutuhan ekonomi sudah cukup dari renumerasi yang aku terima setiap bulannya.

Aku berharap dan selalu mendoakan agar seluruh birokrat di negeri Indonesia tercinta ini secepatnya dapat menikmati reformasi birokrasi tanpa terkecuali secara proporsional di seluruh lapisan jabatan, Kuncinya asalkan kita bersedia memulainya dari diri kita sendiri, di saat sekarang, untuk hal-hal yang terkecil dalam pekerjaan.

Kisah ku selama 18 bulan di pulau Nias silahkan klik:

https://kigedemenoreh.blogspot.com/2008/12/yaahowu-belajar-jadi-pejabat-di-tano.html?m=1

https://kigedemenoreh.blogspot.com/2008/12/akhirnya-modernisasi-juga-di-negeri.html?m=1

Kisah ku selama 4 bulan di kota Sibolga silahkan klik:

https://kigedemenoreh.blogspot.com/2009/02/710-anak-tangga-di-lobu-tua-fansuria.html?m=1

https://kigedemenoreh.blogspot.com/2021/08/berbagi-kisah-dan-harapan-perjalanan.html?m=1


Minggu, 01 Maret 2009

FANSURIA EMPIRE (PAPAN TINGGI VIA 710 ANAK TANGGA) DAN MELEWATI BATU LOBANG DENGAN 379 TIKUNGAN



https://m.semedan.com/2017/12/ziarah-ke-44-makam-aulia-barus-tapanuli-tengah.html

Di penghujung tahun 2008 cuti bersama cukup panjang, sebagian rekan kerja pulang ke home base, maklum dekat, paling setengah hari juga sudah sampai. Aku dan dua anak muda (Pak Dhe Slamet dan Mamang Kito Mawardi) berencana menyambut tahun 2009 di base camp saja, Wisma Pajak Aso-aso, sambil pasrah menanti mutasi bakal pindah entah ke mana.

Tepat tanggal 31 Desember mutasi keluar, alhamdulillah, aku pindah ke kota Pematang Siantar (2,5 jam dari Medan, paling tidak semakin mudah pulang ke Bandar Lampung) sedangkan kedua sohib pulang ke kampoeng halaman di Menggala Tulangbawang dan Bojonegoro, tak disangka justru kami bertiga yang harus meninggalkan Sibolga.

Di malam pergantian tahun untuk pertama dan terakhir kalinya aku menikmati indahnya pesta kembang api di langit lapangan Simare-mare. Pagi harinya, lewat ide dadakan, kita berwisata ke Barus atau Fansuria nama kunonya.

Selama 3 jam kami menyusuri pesisir barat Sumatera melalui pantai Binasi-Sorkam-Sosorgadong, yang sangat indah dengan pasir putih, pohon cemara dan rumput yang tumbuh rapi seperti padang golf, serta ternak kerbau yang bebas digembalakan.


Aku suka menyantap sup daging kerbau dan ikan sale kas Mandailing di rumah makan Muzdalifah Jl SM Raja Sibolga, sangat nikmat selagi panas dan pas banget jika badan kita lagi kurang fit untuk mengembalikan stamina.

Menu favoritku lainnya adalah kerang bulu rebus asli Tanjung Balai dengan sambal nanas+sate dan jus wortel dicampur jeruk, lokasi kedai di Sibolga Square saat malam. Untuk sarapan kedai favoritku di Buffet di seberang kantor provost. Teh susu dan sate padang plus serta hidangan beragam variasi kue apem dan jajanan.


Oh ya lanjut ke pejalanan Ki Gede, di pantai Barus kami istirahat makan siang, setelah memilih ikan yang masih fresh dari nelayan, pemilik kedai menyiapkan tempurung kelapa untuk memanggang. Sambalnya khas Tapanuli, rasa pedasnya dan terasa nendang, luar biasa ajibnya.

Siap makan siang kami mengelilingi kota tertua di pesisir barat Sumatera, yang sudah dikenal raja Fir'aun sebab kapur barusnya untuk bahan pengawet Mummy. Legenda putri Runduk yang berkaitan wangsa Sanjaya dan raja Sudan, juga terkenal di Barus, seorang putri yang kecantikannya tidak kalah dengan Miss Universe saat ini harus berakhir tragis tenggelam di laut dekat pulau Mursala, pulau kecil yang super unik karena ada air terjun setinggi 100 m di sebelah Utara, akan tampak terlihat saat kita naik jumbo jet ke Gunungsitoli di siang hari.

Di Barus dimakamkan 43 aulia yang disebut makam Mahligai juga seorang ketua dan sultan bagi kerajaan islam Negeri Barus mandailing di pantai barat Sumatera Utara, yaitu Syeikh Al-Alam Almuchtazam Syeikh Machmud Qadasjahlahu Rohanu Alamatarach al Yamini, wafat tahun 44 Hijriah, letak makam itu berada di atas bukit yang tingginya lebih kurang 200 meter dari permukaan laut (makam Papan Tinggi).


Tidak mudah untuk mencapai ke lokasi makam ini. Sebelum kita bermaksud untuk berziarah, di kaki bukit tersebut terdapat pancuran air untuk membersihkan diri atau mengambil air wudhuk. Setelah itu, kita menaiki tangga yang sudah terbuat secara permanen (kata penduduk sana yang membangun wapres Adam Malik tahun 1972).

Sebanyak 710 anak tangga atau lebih kurang 145 meter (setara gedung 50 lantai), yang harus dilewati agar kita bisa sampai di puncak Gunung Papan Tinggi tempat makam tersebut berada. Untuk itu diperlukan niat yang iklas untuk mengunjungi makam ini, agar bisa mencapai puncak gunung tersebut.


Disamping itu kekuatan fisik harus benar-benar mantap serta tehnik khusus untuk menaiki tangga tersebut sangat diperlukan karena tangga-tangga tersebut sangat curam dan menanjak sekali. Cocok benar untuk menurunkan berat badan ki Gede (110 kg). Untuk sampai di puncak, ki Gede perlu waktu 1 jam dengan 7 kali istirahat dan minum setengah liter air Aqua, kalau pulangnya cukup 15 menit sudah sampai, dengan setia abang Coi asli Meulaboh selalu mendampingi, khawatir aku pingsan katanya.

Ki Gede jadi teringat kisah 6 bulan lalu, saat diajak 4 rekan traveller (Wak Kaji Priyo dari Blitar, Uda mas Heri dari Bantaeng, Abang Kito Agus dari Ternate dan Mas Mbambang dari Halim Perdanakusumah) ke gunung Muria yang diantar oleh kenalan dari masjid Kudus, namanya pak Siswanto seorang petani asal Jepara.

Mulai 12 Januari 2009, aku ngantor di Pematang Siantar, menurut Wikipedia 750 tahun lalu terkait dengan kisah raja Indrawarman wakil komandan ekspedisi Pamalayu yang dipimpin Mahesa Anabrang pada masa berakhirnya kerajaan Singhasari di bawah Maharaja Kertanegara yang masih keturunan Ken Angrok.


Kotanya ramai serasa pulang ke Bandar Lampung dan udaranya sejuk serasa di Magelang, rasanya kurang lengkap jika belum sarapan pagi dengan nasi gurih atau bihun ikan di kedai kopi massa Kok Tong di Jalan Wahidin.

Selamat tinggal batu lobang, 379 kelokan Sibolga-Agian Koting-Tarutung, pemandian air panas Sipoholon dan Sipitu-pitu. Perjalanan panjang yang tak akan aku lupakan, kapan-kapan aku pasti lewat lagi kalau harus bertugas ke Sibolga.