- Seluruh Wajib Pajak Terdaftar;
- Seluruh Objek Pajak dipajaki;
- Pelaksanaan kewajiban perpajakan tepat waktu dan tepat jumlah.
- Indeks korupsi menurut Tranparency International (TI): 10= tingkat korupsi terkecil.
- Indeks menurut ukuran ICRG: 6=tingkat korupsi terkecil;
- Indeks GCOR: 0=tingkat korupsi terkecil;
- Indeks WCO: 0= tingkat korupsi terkecil;
- Indeks korupsi menurut Global Competitiveness Survey (GCS): 7= tingkat korupsi terkecil.
Perlambatan kinerja berbagai sektor ekonomi ternyata membuat kinerja penerimaan pajak merosot. Untuk mengompensasi penurunan penerimaan pajak di sejumlah sektor ekonomi ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan mengalihkan fokus penerimaan pajak dari pajak pertambahan nilai (PPN) industri ke pajak penghasilan (PPh) orang pribadi, terutama PPh orang pribadi non karyawan (bisniskeuangan.kompas.com).
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.10/2017 berlaku 1 Maret 2017. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, berlaku 13 September 2018. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.010/2022 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34/PMK.010/2017 berlaku 01 April 2022. Pasal 2 ayat (1) huruf f, bahwa "Atas pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur oleh badan usaha industri atau eksportir, dipungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai".
- Beberapa kejadian yang ditemukan di lapangan, WP OP dipotong PPh Psl 22 sebesar 0.25 % dari Dasar Pengenaan Pajak/Omset yang cukup besar, namun ketika diamati di lapangan, keadaan WP (rumah dll) tidak mencerminkan keadaan seorang pedagang pengumpul dengan jumlah omset dimaksud.
- Diduga ada pihak lain (atau pedagang pengumpul sebenarnya) yang memanfaatkan NPWP seseorang untuk bertransaksi dengan badan usaha industri, supaya menghindari sisa pajak terutangnya (0.5 % - 0,25 %).
- Pengakuan WP hanya mengambil fee jasa ekspedisi Rp 1.000 per kg pengiriman udang vanamme dengan pencatatan sederhana petambak udang sehingga sulit dilacak pemilik/ investor usaha tambak perorangan yang potensi pajaknya cukup besar.
- Pengakuan WP hanya mengambil fee jasa ekspedisi/ truk Rp 200.000 per truk dengan kapasitas angkut 9 ton gabah kering (harga gabah kering Rp 7.400 per kg (2023) dan Rp 4.500 per kg (2022) dengan pencatatan sederhana nama petani sehingga sulit dilacak) untuk dikirim ke perusahaan/ pabrik produsen beras premium.
- Pengakuan WP hanya
mengambil fee jasa ekspedisi/ truk Rp 30 per kg jagung (harga jagung Rp 4.000 per kg (2021) dengan pencatatan sederhana nama petani sehingga sulit dilacak) yang dikirim ke pabrik produsen pakan ternak.
- Pengakuan WP hanya mengambil fee jasa ekspedisi/ truk Rp 225.000 per truk dengan kapasitas angkut 9 ton singkong sudah dikupas (dengan pencatatan sederhana nama petani sehingga sulit dilacak) untuk dikirim ke perusahaan/ pabrik produsen kripik singkong harga singkong Rp 1.600 per kg (tahun 2023).
- Motif lain adalah badan usaha industri dalam rangka tax planning memanfaatkan NPWP seseorang, dengan seolah-olah melakukan pembelian dan mau membayar 0.25 % agar dapat menghemat 25 % di PPh badan.
- Fotokopi KTP direktur/penanggung jawab/ pemilik usaha yang masih berlaku,
- Fotokopi NPWP (bagi yang telah memenuhi kriteria wajib pajak),
- Fotokopi lunas PBB tahun berjalan, fotokopi izin gangguan (HO), dan
- Fotokopi tanda daftar perusahaan (TDP).
- Fotokopi akta pendirian perusahaan dan perubahannya;
- Fotokopi pengesahan badan hukum perseroan dari kementerian hukum dan HAM; serta
- Fotokopi pengesahan akta pendirian koperasi dari menteri koperasi dan usaha kecil menengah.
- SIUP mikro denqan investasi sebesar Rp O – Rp 50 juta;
- Perusahaan kecil (PK) dengan investasi antara Rp 50 juta – Rp 500 juta;
- Perusahaan. menengah (PM) dengan investasi antara Rp500 juta-Rp10 milliar dan
- Perusahaan besar (PB) dengan investasi di atas Rp10 miliar.
- Meningkatkan potensi pajak Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan sasaran orang pribadi golongan pendapatan tinggi dan menengah.
- Mengintesifikasikan penggalian sektor ekonomi non - tradable dan kegiatan ekonomi di bidang sumber daya alam (agar instansi pemerintah memberikan dukungan dengan mengendalikan sektor - sektor di bidangnya dengan benar,misalnya izin usaha, yang diberikan pada masing - masing sektor seperti pertambangan, perkebunan, perikanan).
- Menyempurnakan sistem administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dengan mengembangkan sistem adminsitasi berbasis IT (bekerjasama dengan pemerintah daerah, serta institusi yang mengadministrasikan transaksi ekonomi secara on line dalam pembelian rumah dan pengalihan saham).
- Meningkatkan optimalisasi penerimaan pajak langsung dari beberapa transaksi ekonomi strategis melalui pengembangan sistem online dengan institusi yang mengadministrasikan transaksi ekonomi strategis tersebut.
- Meningkatkan efektivitas pemeriksaan dan penagihan melalui pemeriksaan yang beroreintasi pada pemeriksaan khusus bagi wajib pajak strategis dan implementasi compliance risk management (CRM) model.
- Meningkatkan sinergi dengan kepolisian dan kejaksaan dalam pelaksanaan law performance di bidang perpajakan.
- Perbaikan regulasi yang memperluas basis pajak untuk meningkatkan penerimaan pajak.
- Meningkatkan insfrastruktur perpajakan dan kualitas SDM.
- Pendaftaran baru surat izin usaha (kecuali perusahaan mikro denqan investasi sebesar Rp O – Rp 50 juta atau omzet kurang dari Rp 500.000 per hari), persyaratan NPWP perlu divalidasi. Sesuai dengan PMK Nomor: 112/PMK.03/2022 memperbaharui aturan perpajakan yang mana menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) bagi WNI dan untuk WNA, Badan, dan Intansi Pemerintah cukup menambahkan 0 (nol) di depan NPWP aktif mereka saat ini, sehingga akhirnya semua NPWP nanti akan mempunyai 16 digit. Status NIK yang divalidasi menjadi NPWP juga bisa dicek secara online melalui situs pajak.go.id. Cek validasi NIK menjadi NPWP ini sangat penting untuk mengetahui apakah NIK wajib pajak sudah terintegrasi atau belum.
- Tax Clearence (Surat Keterangan Fiskal) sebagai persyaratan wajib dalam perpajangan surat izin usaha (SIU Perdagangan, SIU Perikanan, TDP, pertambangan, perkebunan) untuk meningkatkan penerimaan PPh UKM (kecuali perusahaan mikro denqan investasi sebesar Rp O – Rp 50 juta atau omzet kurang dari Rp 500.000 per hari) yang dilakukan oleh Wajib Pajak setiap 5 tahun sekali. Sesuai Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi telah diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 dan keputusan bersama Pimpinan KPK, Menteri PPN/ Kepala Bapenas, Menteri Dalam Negeri, Menteri PANRB, dan Kepala Staf Kepresidenan, di tahun 2019-2020 implementasi KSWP akan diperluas sehingga mencakup 28 Kementerian/ Lembaga. Konfirmasi Status Wajib Pajak atau KSWP adalah kegiatan yang dilakukan oleh instansi pemerintah sebelum memberikan layanan publik tertentu untuk memperoleh keterangan status Wajib Pajak. Instansi pemerintah adalah kementerian, lembaga pemerintah non-kementerian, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/ kota, badan hukum milik negara atau badan usaha milik negara dan instansi lainnya yang memberikan layanan publik tertentu. Instansi pemerintah wajib melaksanakan KSWP sebelum memberikan layanan publik tertentu. Terhadap konfirmasi status wajib pajak yang dilakukan oleh instansi pemerintah, DJP dapat memberikan keterangan status wajib pajak memuat status valid atau tidak valid.
- Perlunya mengamandemen Undang Undang 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, pasal 31 C menjadi "Penerimaan negara dari Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri (Pemerintah Daerah wajib mensyaratkan Surat Keterangan Fiskal (Tax Clearence) untuk pemberian perpanjangan Izin Usaha sesuai kriteria Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM, kecuali Usaha Mikro/ Usaha Perikanan (yang hanya memiliki 1 (satu) unit kapal pengangkut ikan sampai dengan 10 gross tonnage)) dan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong oleh pemberi kerja (KECUALI PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGURUS PERUSAHAAN/ DEWAN KOMISARIS/ DEWAN PENGAWAS/ DEWAN DIREKSI) dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Pemerintah Daerah tempat Wajib Pajak terdaftar". Pasal 31 C tersebut berkaitan erat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, pasal 8 ayat (1). Mulai tahun 2023 berkaitan dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Pengecualian PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGURUS PERUSAHAAN/ DEWAN KOMISARIS/ DEWAN PENGAWAS/ DEWAN DIREKSI untuk tidak dibagi sebagai DBH Pajak karena kelompok Wajib Pajak Prominent tersebut dipastikan hanya berdomisili di kota metropolitan bukan di lokasi usaha atau produksi sehingga setoran PPh 21 tidak di wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota tempat lokasi usaha atau produksi industri pengolahan.
Hubungan antara desentralisasi kegiatan pemerintahan dan tingkat sewa ekstraksi oleh pihak swasta merupakan elemen penting dalam perdebatan baru pada desain kelembagaan. Ada hubungan negatif yang kuat antara fiskal desentralisasi pengeluaran pemerintah dan korupsi. Hukum asal melakukan sangat baik sebagai instrumen desentralisasi, diperkirakan hubungan antara desentralisasi dan korupsi bahkan lebih kuat.
Di Amerika Serikat, ditemukan hubungan positif antara proporsi ketergantungan suatu negara pada transfer federal dan korupsi, yang diukur dengan jumlah penyalahgunaan jabatan publik keyakinan pegawai pemerintah. Sesuai dengan principal-agent teori korupsi, desentralisasi pengeluaran mungkin bermasalah jika tidak disertai dengan desentralisasi pengumpulan pendapatan.
Pendukung kekuatan pelimpahan wewenang pengumpulan pendapatan dan belanja kepada pemerintah daerah telah dituntun berdasarkan alasan, pertama diungkapkan oleh Tiebout (1956), desentralisasi yang mengarah ke berbagai variasi penyediaan publik barang, yang disesuaikan agar lebih sesuai dengan penduduk lokal. Di sisi lain, Tanzi (1996) berpendapat bahwa terdapat banyak ketidaksempurnaan dalam penyediaan layanan lokal yang mungkin mencegah realisasi manfaat dari desentralisasi. Misalnya, birokrat lokal mungkin kurang terlatih sehingga tidak efisien dalam menyediakan barang dan jasa publik. Besley dan Coate (1999), desentralisasi harus dibenarkan dengan penjelasan ekonomi politik, dengan akuntabilitas birokrat mungkin berbeda antara sistem sentralisasi dan desentralisasi.
Penelitian terbaru telah turun di sisi berlawanan: Wade (1997) struktur top-down overcentralized India untuk korupsi di birokrasi irigasi. Brueckner (1999), korupsi lebih mungkin menjadi masalah di antara pemerintah daerah. Pemeriksaan teoritis yang komprehensif dari Bardhan dan Mookherjee (1998). birokrasi terpusat menciptakan insentif untuk mengalihkan sumber daya untuk tidak miskin, karena kesediaan mereka untuk membayar suap. Efek ini sebagai trade off terhadap kerentanan pemerintah daerah untuk 'menangkap' oleh orang kaya setempat, yang berusaha untuk memastikan adanya peranan besar dari pasokan lokal. Desentralisasi dan korupsi pemerintah yang erat terkait, ada banyak ketidaksepakatan tentang apa hubungan bersih antara mereka seharusnya.
Huther dan Shah (1998), yang mencatat korelasi positif antara korupsi dan desentralisasi fiskal. Ada banyak faktor yang jelas akan sangat berkorelasi dengan kedua variabel: khususnya, penghasilan sangat berkorelasi dengan 'Kualitas tata kelola', juga sangat berkorelasi dengan desentralisasi.
Desentralisasi fiskal pengeluaran pemerintah adalah konsisten dikaitkan dengan korupsi yang terukur lebih rendah. Desentralisasi pengeluaran pemerintah mungkin tidak menguntungkan jika tidak disertai dengan desentralisasi generasi pendapatan.
DESENTRALISASI FISKAL: OBAT PENANGKAL KORUPSI?
Korupsi, didefinisikan oleh Bank Dunia sebagai "penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi," adalah fenomena luas terlihat baik di negara berkembang dan dikembangkan. Meskipun kemungkinan hubungan antara korupsi dan desentralisasi fiskal belum teruji secara teoritis atau empiris, Shleifer dan Vishny (1993), suap studi di bawah kondisi pasar yang berbeda dan perhatikan bahwa jika lebih dari satu instansi pemerintah dapat menyediakan layanan yang sama, hasil dari kompetisi Bertrand akan menjadi nol suap.
Tanzi (1994) bahwa dalam budaya di mana sulit untuk mendirikan birokrasi hubungan pribadi sebuah negara yang lebih besar akan meningkatkan kemungkinan kegiatan korupsi yang terjadi. Temuan empiris oleh Huther dan Shah (1998), yang diselidiki gerbang hubungan antara pemerintahan yang baik dan desentralisasi fiscal, Pearson koefisien korelasi sebesar 0,532 antara ketiadaan korupsi dan tingkat belanja subnasional yang signifikan secara statistik. Tujuan dari model ini adalah untuk menunjukkan efek dari peningkatan desentralisasi pada tingkat korupsi.
https://maps.app.goo.gl/oPQ2peciMgFz8RMk8
https://maps.app.goo.gl/C1ToDUcekBGkVSGV9
Setiap pemerintah memaksimalkan fungsi tujuan dengan menyesuaikan tingkat pajak dan tingkat laba korup dalam permainan Nash. Peningkatan fiskal desentralisasi karena itu menurunkan tingkat korupsi. Hal ini terjadi karena peningkatan sejumlah yurisdiksi meningkatkan elastisitas pelarian modal dalam menanggapi tingkat pajak yang lebih tinggi.
Hasil teoritis bahwa desentralisasi menurunkan tingkat pendapatan korup, berbagai upaya desentralisasi fiskal dan korupsi ada untuk membuat ini mungkin, dengan menggunakan satu set data lintas negara. Tidak ada ukuran yang jelas ada untuk negara kelas tentang bagaimana Desentralisasi Fiskal mereka, empat langkah berbeda desentralisasi fiskal yang digunakan dalam regresi:
- Jumlah Yurisdiksi Lokal (Desember-LCL), variabel ini sama dengan jumlah total lokal (Kota) yurisdiksi di negara dibagi dengan jumlah penduduk, ukuran demikian jumlah yurisdiksi lokal per seribu warga. Variabel ini mengabaikan tingkat subnasional pemerintah lainnya.
- Jumlah Yurisdiksi lokal dan Menengah (Desember-JRS), variabel ini sama dengan jumlah lokal dan menengah (provinsi, lembaga atau departemen).
- Berbagi Kerja Pemerintah Noncentral (DEC-LBR), variabel ini sama dengan rasio kerja pemerintah non pusat terhadap pekerjaan total pemerintah.
- Berbagi Pengeluaran Pemerintah Noncentral (Desember-EXP), ini adalah sangat banyak digunakan ukuran desentralisasi fiscal, sama dengan total pengeluaran pemerintah non-tengah dibagi total pengeluaran pemerintah. Transfer ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah (di- daerah, termasuk transfer modal) dikurangi dari pengeluaran pada setiap tingkat
Hasil pertama penelitian ini menetapkan bahwa, definisi tingkat korupsi sebagai jumlah pendapatan pajak pemerintah disesuaikan oleh pejabat pemerintah. Kedua, dampak negatif dari desentralisasi tentang korupsi menggunakan ukuran yang berbeda, namun perkiraan ini tidak sangat kuat untuk pilihan lainnya.
- Benny FT, Penggalian Potensi Pajak Orang Pribadi, Majalah BELA Pajak, Edisi IV Triwulan III, Bandar Lampung 2013.
- Bisniskeuangan.kompas.com, Genjot Penerimaan, Ditjen Pajak Bidik PPh Non Karyawan, Jakarta, Senin, 30 Juni 2014 | 11:47 WIB.
- Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan.
- Petrus Paulus Lelyemin, Jurus Pemerintah atasi Pungli Investasi, Fiskal dan Moneter - Okezone.com, Jum’at, 18 Juli 2014 – 16.53 WIB
- Raymond Fisman & Roberta Gatti (2000), Decentralization and Corruption: Evidence across Countries?, Columbia Business School and Development Research Group, The World Bank.
- Widyasari Ginting, Penerimaan Pajak: 8 jurus DJP tingkatkan penerimaan pajak 2015, Nasional.kontan.co.id, Senin, 30 Juni 2014 | 19:28 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar