"Alam ora bisa dilawan, awu sing semebar iku sejatine berkah gusti
kanggo njaga kesuburan bumi Jawa. Mulane ayo pada disyukuri wae." (Alam
tidak akan bisa dilawan, abu yang beterbangan adalah berkah dari Tuhan
untuk menjaga kesuburan bumi Jawa. Untuk itu mari kita syukuri saja.)
Hallo, dalam blog ki Gede Menoreh ini tidak ada kaitannya dengan penguasa Tanah Perdikan (Tanah Merdeka) Bukit Menoreh yang legendaris di zaman Kesultanan Demak dan Pajang dan melalui kisah “Api di Bukit Menoreh” dengan Agung Sedayu-nya.
Kemudian kisah dalam “Cabolek” karya Ngabehi Yasadipura -pujangga Keraton Surakarta Abad ke-18 yang mengisahkan, Raden Mas (RM) Rangsang, Putra Mahkota Kerajaan Mataram Islam, menerima wangsit untuk menjadi penguasa tanah Jawa.
RM Rangsang diharuskan berjalan kaki dari keraton di wilayah Kotagede, Kota Yogyakarta, ke arah barat.
Setelah menempuh jarak sekitar 40 kilometer dan tiba di wilayah Pegunungan Menoreh, ia jatuh pingsan karena kelelahan.
Wangsit kedua pun datang. RM Rangsang yang setelah dewasa dikenal sebagai Sultan Agung Hanyokrokusumo diperintahkan melakukan “tapa kesatrian” yang saat ini dikenal sebagai puncak Suroloyo.
Sampai dengan kisah Pegunungan Menoreh pada jaman perjuangan Pangeran Diponegoro sebagai markas terakhir.
Apalagi kisah mistis karena kemegahan candi Borobudur yang berkaitan dengan zaman Hindu Klasik, dengan kawasan Tanah Bagelen (bagian Selatan Bukit Menoreh) yang berperan besar dalam perjalanan sejarah Kerajaan Mataram Kuno (Hindu).
Tokoh Sri Maharaja Balitung Watukoro dikenal sebagai Maharaja Mataram Kuno terbesar, dengan wilayah kekuasaan meliputi: Jawa Tengah, Jawa Timur dan beberapa Wilayah Luar Jawa.
- Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
- Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
- Sri Maharaja Rakai Panunggalan/ Dharmatungga (780-800 M)
- Sri Maharaja Rakai Warak/Indra/Sri Maharaja Dharanindra Sang Prabu Wirawairi Mathana penguasa Asia Tenggara (Syailendra) (800-820 M). Raja Dharanindra dikenal sebagai penakluk musuh perwira yang kekuasaannya merambah hingga wilayah Kamboja dan Campa.
- Setelah Raja Dharanindra wafat, putranya, Samaragrawira, melanjutkan takhta. Pada masa pemerintahan Samaragrawira, Kamboja berhasil membebaskan diri dari penjajahan Jawa pada tahun 802, sebuah peristiwa yang tertulis dalam Prasasti Po Ngar. Akhir masa pemerintahan Samaragrawira, kekuasaan Sriwijaya dibagi menjadi dua wilayah pengawasan: Samaratungga di Pulau Jawa dan Balaputradewa di Pulau Sumatera. Kedua penguasa ini adalah putra Samaragrawira, dengan Balaputradewa mengepalai Sriwijaya di Sumatera. Sedangkan ibunya, Dewi Tara putri Sri Dharmasetu berasal dari Wangsa Soma. Prasasti Nalanda juga menyebut hubungan erat antara Balaputradewa dengan raja dari India, Dewapaladewa. Saat itu Dewapaladewa bahkan memberikan lahan di wilayah Benggala untuk pembangunan vihara dan asrama yang diprakarsai Balaputradewa.
- Sri Maharaja Rakai Garung/ Samaratungga (820-840 M).
- Sri Maharaja Rakai Pikatan dan Maharatu Pramodawardani (840-856 M)
- Sri Maharaja Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala (856-882 M)
- Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-899 M)
- Sri Maharaja Rakai Watukara Dyah Balitung (898-915 M)
- Raja Daksa (915-919 M.
- Raja Tulodong (919-924 M)
- Raja Sumba Dyah Wawa (924 M) alias Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa Sri Wijayalokanamottungga naik takhta menggantikan Sri Maharaja Pu Wagiswara. Nama Rakai Sumba tercatat dalam Prasasti Sukabumi tanggal 7 Maret 927, menjabat menjabat sebagai Sang Pamgat Momahumah, yaitu semacam pegawai pengadilan. Selain bergelar Rakai Sumba, Dyah Wawa juga bergelar Rakai Pangkaja.
Saudara perempuan Rakryan Landhayan yang menjadi istri Rakai Kayuwangi bernama Rakryan Manak, yang melahirkan Dyah Bhumijaya. Ibu dan anak itu suatu hari diculik Rakryan Landhayan, namun keduanya berhasil meloloskan diri di desa Tangar. Anehnya, Rakryan Manak memilih bunuh diri di desa Taas, sedangkan Dyah Bhumijaya ditemukan para pemuka desa Wuatan Tija dan diantarkan pulang ke hadapan Rakai Kayuwangi.
Dyah Wawa mendapatkan kekuasannya setelah berhasil mengkudeta raja sebelumnya. Sosok Mpu Sindok yang disebut membantu kudeta Dyah Wawa, kemudian diganjar jabatan lebih penting dibanding di era Dyah Tulodhong, yang sempat diemban Mpu Sindok. Mpu diberikan jabatan khusus oleh Raja Rakai Sumba Dyah Wawa sebagai Rakryan Halu, sedangkan jabatan Rakai Hino diemban oleh Mpu Ketuwijaya.
Perkenalkan dulu ya, namaku PRASETYO AJI, 33 tahun lalu tepatnya tanggal 5 Nopember 1975, tepat hari RABU PON (tapi jangan dikirim ke Reg Primbon lho) aku dilahirkan di poliklinik komplek Panca Arga, Akademi Militer, Magelang.
Begini ceritanya, dari kecil aku memang hobby membaca terutama yang ada kisah babad/ wayang/ sejarahnya maupun komik, salah satu bacaan favoritku adalah Api di Bukit Menoreh, apalagi sekarang badanku super gede/ obesitas (beratku 110 kg, tinggi badan 168 cm) naik drastis 200% dari 8 tahun yang lalu.
Secara kebetulan bapakku berasal dari dusun Sangen desa Candirejo (saya ingat dongeng waktu kecil, kyai Ahmad Husein adalah mbah canggah ku cikal bakal brayat Brangkal Sangen) dan ibuku dari dusun Parakan desa Ngargogondo.
Konon cerita pakdhe ku Muhammad Basarudin dahulu ada tokoh seumuran dengan mbah canggah ku di desa Ngargogondo ada tokoh terkenal namanya Kyai Hasyim, yang masih keturunan trah kesembilan kanjeng Sunan Drajat/ Raden Hasyim/ Raden Syarifudin/ Sunan Mayong Madu dengan Nyai Retna Ayu Candra Sekar.
Babad Sangkala menandai hilangnya Adipati Kediri dan putrinya itu seiring dengan dikepungnya sisa terakhir kekuatan lama oleh orang-orang Islam. Waktu itu dicatat Babad Sangkala sebagai tahun Jawa 1473 yang sama dengan tahun 1551 Masehi.
Apakah setelah sunan Drajat wafat, ayah beranak itu kembali ke Kediri dan kemudian hilang dalam kekacauan, yang disusul serangan Sunan Prapen dalam bentuk pembakaran Kota Kediri).
Jadi wajar kan kalau aku berbadan Gede (gembul kata anakku) yang punya ini leluhur di lereng menoreh bikin blog “ki Gede Menoreh”.
Cerita sebelumnya klik di laman ini:
CANDIREJO - BOROBUDUR (DESA WISATA, SENI, TRADISI DAN BUDAYA) KULINERAN BUBUR MANGUT DAN BELAJAR GAMELAN
https://kigedemenoreh.blogspot.com/2014/01/nikmatnya-mangut-beong-dan-lentho.html?m=1
CANDIREJO - BOROBUDUR (DESA WISATA, SENI, TRADISI DAN BUDAYA) KULINERAN BUBUR MANGUT DAN BELAJAR GAMELAN
https://kigedemenoreh.blogspot.com/2014/01/nikmatnya-mangut-beong-dan-lentho.html?m=1
BAHAGIA DAN IKHLAS TELAH KURAIH SEUTUHNYA DI LERENG SUROLOYO - MENOREH
https://kigedemenoreh.blogspot.com/2023/01/?m=1
https://kigedemenoreh.blogspot.com/2023/01/?m=1